Wednesday, 6 April 2016
Kesimpulan tentang adanya Matahari
Kesimpulan Tentang Adanya Bintang
Kesimpulan Tentang adanya Bulan
secara kesimpulannya diantara ayat-ayat yang menjelaskan tentang bumi dalam Al-Qur'an sedikit sudah kami sebutkan di depan iaitu tentang awal penciptaan bulan yang bersangkut paut dengan teori-teori ahli astronomi dan teori-teori ilmuah lain .
Fungsi bulan secara tidak langsung bagi planet induk adalah melindungi planet induk dari hentaman benda langit seperti komet dan asteroid.Masyarakat Islam di serata dunia berpandukan kepada bulan untuk kalendar hijrah dan juga melihat pada anak bulan untuk menentukan tarikh mula berpuasa dan perayaan . Oleh itu jika Allah tidak meciptakan bulan , maka kejadian pasat surut di bumi tidak akan berlaku dan perubahan musim dan cuaca juga tidak akan berlaku hal ini demikian kerana tiada tarikan graviti bulan
Tuesday, 5 April 2016
Teori tentang kejadian Bintang
hadis tentang bintang
Setan mencuri berita langit dari para malaikat langit. Lalu ia akan meneruskannya pada tukang ramal. Akan tetapi, Allah senantiasa menjaga langit dengan percikan api yang lepas dari bintang, maka binasalah para pencuri berita langit tersebut. Apalagi ketika diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, langit terus dilindungi dengan percikan api. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا, وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا
Fungsi kedua: Sebagai penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut.
وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
Fungsi ketiga: Sebagai penerang dan penghias langit dunia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.” (QS. Ash Shofaat: 6)
Mengenai surat Al Mulk ayat 5, ulama pakar tafsir –Qotadah As Sadusiy- mengatakan,
إن الله جلّ ثناؤه إنما خلق هذه النجوم لثلاث خصال: خلقها زينة للسماء الدنيا، ورجومًا للشياطين، وعلامات يهتدي بها ؛ فمن يتأوّل منها غير ذلك، فقد قال برأيه، وأخطأ حظه، وأضاع نصيبه، وتكلَّف ما لا علم له به.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan: [1] sebagai hiasan langit dunia, [2] sebagai pelempar setan, dan [3] sebagai penunjuk arah. Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali.”[3] Dari sini Qotadah melarang mempelajari kedudukan bintang, begitu pula Sufyan bin ‘Uyainah tidak memberi keringanan dalam masalah ini.[4]
Kesimpulan Tentang Adanya Bumi
Secara kesimpulannya bumi adalah sebagai tempat tinggal makhluk hidup memiliki dan peranan bumi yang sangat penting untuk kelangsungan hidup,Hal ini demikian kerana bumi adalah satu-satunya planet yang boleh diduki oleh manusia dan juga benda-benda hidup berbanding planet-planet yang lain.
kerosakan yang terjadi khususnya dibumi merupakan akibat gejala-gejala alam yang terjadi dan juga hasil dari tangan-tangan manusia itu sendiri . Pelbagai usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak kerajaan untuk mengekalkan kebersihan alam agar bumi ini sentiasa terpelihara .
Sebagai umat islam , kita haruslah percaya bahawa satu hari nanti hari khiamat akan berlaku dan semuanya akan musnah . oleh itu kita haruslah sentiasa melakukan perintah Allah s.w.t dan meninggalkan segala larangannya ,
pandangan ulama' tentang bumi, matahari, bulan dan bintang
Sebenarnya jauh-jauh sebelum Galileo, sudah banyak ulama dan ilmuan yang mengatakan bahwa pelanet bumi ini berbentuk bulat.
Lebih jelasnya mari kita lihat beberapa perkataan ulama Islam berikut ini:
Ilmuan Islam, Ibnu Khaldun (1332 - 1406 M / 732H – 808 H): "Ketahuilah, sudah jelas di kitab-kitab para ilmuan dan peneliti tentang alam bahwa bumi berbentuk bumi…." (Muqaddimah Ibnu Khaldun, Kairo).
Ulama Islam, Ibnu Taimiyah (1263-1328 M): "Ketahuilah, bahwa mereka (para ulama) sepakat bahwa bumi berbentuk bulat. Yang ada di bawah bumi hanyalah tengah. Dan paling bawahnya adalah pusat…." (Al-Jawab Ash-Shahih li Man Baddala Din Al-Masih).
Bagi Qazuaini (seorang ilmuan), salah satu bukti bumi berbentuk bulat adalah bintang-bintang dan planet-planet yang berbentuk bulat (Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-Bilad).
Selain mereka, masih banyak ilmuan dan ulama Islam klasik yang menyebutkan di dalam bukunya bahwa bumi berbentuk bulat. Di antara buku tersebut adalah:
1. Muruj Al-Dzahab wa Ma'adin Al-Jauhar, oleh Mas'udi Ali Husain Ali bin Husain (w. 346 H).
2. Ahsan Taqasim fi Ma'rifah Al-Aqalim, oleh Al-Maqdisi (w. 375 H)
3. Kitab Shurah Al-Ardh, oleh Ibnu Hauqal
4. Al-Masalik wa Al-Mamalik, oleh Al-Ishthikhry
5. Ruh Al-Ma'ani, oleh Imam Al-Alusi (ulama tafsir Al-Qur'an)
6. Mafatih Al-Ghaib, oleh Fakhru Ar-Razi (ulama tafsir Al-Qur'an)
Dan lain-lain.
Lebih jelasnya mari kita lihat beberapa perkataan ulama Islam berikut ini:
Ilmuan Islam, Ibnu Khaldun (1332 - 1406 M / 732H – 808 H): "Ketahuilah, sudah jelas di kitab-kitab para ilmuan dan peneliti tentang alam bahwa bumi berbentuk bumi…." (Muqaddimah Ibnu Khaldun, Kairo).
Ulama Islam, Ibnu Taimiyah (1263-1328 M): "Ketahuilah, bahwa mereka (para ulama) sepakat bahwa bumi berbentuk bulat. Yang ada di bawah bumi hanyalah tengah. Dan paling bawahnya adalah pusat…." (Al-Jawab Ash-Shahih li Man Baddala Din Al-Masih).
Bagi Qazuaini (seorang ilmuan), salah satu bukti bumi berbentuk bulat adalah bintang-bintang dan planet-planet yang berbentuk bulat (Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-Bilad).
Selain mereka, masih banyak ilmuan dan ulama Islam klasik yang menyebutkan di dalam bukunya bahwa bumi berbentuk bulat. Di antara buku tersebut adalah:
1. Muruj Al-Dzahab wa Ma'adin Al-Jauhar, oleh Mas'udi Ali Husain Ali bin Husain (w. 346 H).
2. Ahsan Taqasim fi Ma'rifah Al-Aqalim, oleh Al-Maqdisi (w. 375 H)
3. Kitab Shurah Al-Ardh, oleh Ibnu Hauqal
4. Al-Masalik wa Al-Mamalik, oleh Al-Ishthikhry
5. Ruh Al-Ma'ani, oleh Imam Al-Alusi (ulama tafsir Al-Qur'an)
6. Mafatih Al-Ghaib, oleh Fakhru Ar-Razi (ulama tafsir Al-Qur'an)
Dan lain-lain.
Makna Kata “Hari”
Selanjutnya, kita akan memahami makna kata ‘hari’ yang disebutkan dalam berbagai ayat di atas.
Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut rentang waktu tertentu.
(al-Mufradat, hlm. 553).
Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
اليوم -في لغة العرب- يعبر به عن وقت طلوع الشمس إلى غروبها، وقد يعبر به عن مدة
من الزمان أي مدة كانت
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut rentang waktu tertentu.
(al-Mufradat, hlm. 553).
Oleh yang demikian , ulama berbeza pendapat dalam memahami kata ‘hari’ terkait proses penciptaan alam semesta.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa anNihayah menyebutkan perbezaan pendapat ulama tentang makna ‘hari’ dalam ayat di atas. Beliau menyatakan ada dua pendapat ulama tentang makna kata ‘hari’ terkait penciptaan langit dan bumi,
Pendapat Pertama,
maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini merupakan pendapat majority ulama.
Pendapat Kedua,
bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini merupakan pendapat majority ulama.
Pendapat Kedua,
bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
Diantara ulama yang berpendapat bahwa satu hari sama dengan seribu tahun adalah al-Qurthubi. Beliau mengatakan dalam tafsirnya,
Dalam waktu 6 hari, maksudnya adalah hari di akhirat, bahwa satu hari sama dengan 1000 tahun, karena besarnya penciptaan langit dan bumi.
(Tafsir al-Qurthubi, 7/219)
PANDANGAN ULAMA' MENGENAI BULAN :
Gerhana merupakan peristiwa penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajak hamba untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan dari Rabbul ’Alamin Subhanahu wa ta’ala. Hikmah ini tidak bisa diketahui dengan ilmu sains, namun hanya bisa diketahui melalui wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam.
Tidak melakukan shalat gerhana kecuali bila gerhananya terlihat. Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas, ”Apabila kalian melihat (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah.” Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan ”melihat (ru’yah)”. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, ”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.” (Lihat Fathul Bari hadits no. 1041). Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana. Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
PANDANGAN ULAMA' MENGENAI BINTANG :
في ستة أيام” أي من أيام الآخرة أي كل يوم ألف سنة لتفخيم خلق السماوات والأرض….
(Tafsir al-Qurthubi, 7/219)
PANDANGAN ULAMA' MENGENAI BULAN :
Gerhana merupakan peristiwa penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajak hamba untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan dari Rabbul ’Alamin Subhanahu wa ta’ala. Hikmah ini tidak bisa diketahui dengan ilmu sains, namun hanya bisa diketahui melalui wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam.
Tidak melakukan shalat gerhana kecuali bila gerhananya terlihat. Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas, ”Apabila kalian melihat (gerhana) matahari atau bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah.” Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan ”melihat (ru’yah)”. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, ”… karena pelaksanaan shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.” (Lihat Fathul Bari hadits no. 1041). Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana. Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat gerhana pula.
PANDANGAN ULAMA' MENGENAI BINTANG :
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bintang dengan tiga tujuan. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Mulk ayat 5. Allah berfirman:
“Sesunggunya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan , dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.”
Mengenai surat Al-Mulk ayat 5 diatas, ulama pakar tafsir, Qotadah As Sadusiy mengatakan:
“ Sesungguhnya Allah hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan: (1) sebagai hiasan langit dunia; (2) sebagai pelempar setan; dan (3) sebagai penunjuk arah. Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, mkaa ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonseuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak miliki ilmu sama sekali.”
Subscribe to:
Posts (Atom)